Selasa, 01 November 2011

Manajemen Bimbingan konseling

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), berbagai persoalanpun muncul dengan segala kompleksitasnya. Dunia pendidikan tampaknya belum sepenuhnya mampu menjawab berbagai persoalan akibat perkembangan IPTEK, indikasinya adalah munculnya berbagai penyimpangan prilaku di kalangan peserta didik yang seyogiyanya tidak dilakukan oleh seseorang atau orang-orang yang disebut terdidik. Selain itu, potensi (fitrah) sebagai individu seperti bakat, minat, cita-cita, dan lain sebagainya, juga belum terkembangkan dan tersalurkan secara optimal melalui proses pendidikan dan pembelajaran di kelas.
Berbagai fenomena prilaku peserta didik dewasa ini seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan psikotropika, prilaku seksual menyimpang, degradasi moral, pencapaian hasil belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian, dan lain sebagainya, serta seringnya masyarakat disuguhi peristiwa perampokan, mutilasi, dan terorisme yang akhir-akhir ini. Peristiwa ini bukan hanya fenomena kota besar seperti Jakarta, tetapi sudah merambah ke kampung-kampung di daerah lain, seperti Kendal, Batang, Boyolali, bahkan kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan dan beberapa daerah lainnya. Bahkan sudah cukup lama masyarakat disuguhi peristiwa tawuran antar pelajar Jakarta, pelajar membentuk Gank bukan hanya laki-laki yang melakukan tawuran tetapi pelajar wanita juga telah melakukan tawuran antar Gank menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang salah satu upaya pencapaiannya melalui proses pembelajaran, belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai persoalan tersebut di atas.[1]
Guna memecahkan persoalan-persoalan di atas, proses pendidikan dan pembelajaran perlu bersinergi dengan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu dilakukan sehingga benar-benar memberikan kontribusi pada pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang bersangkutan. Di samping itu, optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. 
Yahya Muhaimin yang saat menjabat Mentri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS), membawa isu pendidikan budi pekerti di sekolah. Pendidikan budi pekerti menjadi gebrakan mendiknas yang paling menonjol saat itu. Bahkan budi pekerti menjadi ukuran untuk kelulusan siswa dalam ujian akhir (Ebta/Ebtanas), sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya.[2]
Para ahli dan praktisi pendidikan tampaknya sepakat bahwa pendidikan budi pekerti atau moralitas sangat penting dan mesti segera terwujud. Namun bagaimana bentuknya, cara dan modelnya, ukurannya, pelakunya, penilaiannya, dan semacamnya pada saat itu masih menjadi bahan perbincangan dan mungkin juga perdebatan. [3]
Praktek etika dan budi pekerti tidak akan cukup hanya diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus dalam ujian tertulis. Barangkali akan baik jika mata pelajaran yang biasanya kearah kognitif diorientasikan pada pemberian alokasi waktu untuk mengajak anak didik mendiskusikan topik-topik atau bagian-bagian dari apa yan disebut moral. Sedangkan prakteknya harus diukur dari kehidupan keseharian. Kelulusan anak didik tidak cukup hanya dengan mengantongi nilai kategori lulus ujian tertulis mata pelajaran budi pekerti, namun harus dilihat kepribadian, tingkah laku sehari-hari.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan bimbingan dan koseling diperlukan dalam dunia pendidikan terutama dalam lingkup sekolah atau madrasah. Alasan tersebut adalah:
Pertama, perkembangan IPTEK. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat menimbulkan perubahan-perubahan dalam berbagai sendi kehidupan seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, industri dan lain sebagainya. Di satu sisi, perkembangan IPTEK juga berdampak pada berkembangnya sejumlah karier atau jenis lapangan pekerjaan tertentu. Di sisi lain, perkembangan IPTEK akan membawa dampak pada timbulnya masalah hubungan sosial, tenaga ahli, lapangan pekerjaan, pengangguran dan lain sebagainya. Selain itu perkembangan IPTEK juga membawa dampak positif dan negative. Seiring dengan hal tersebut, lajunya pertumbuhan penduduk juga semakin menambah kompleksnya masalah.